POLITIK DAN
KEBIJAKAN PENDIDIKAN ISLAM:
ASPEK PENDIDIK
(GURU)
BAB I
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Guru adalah pendidik professional
dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih,
menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur
pendidikan formal pendidikan dasar, dan pendidikan menengah[1].
Dalam setiap satuan pendidikan formal pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah, “guru” merupakan sentral pelaksanaan kurikulum. Guru yang harus lebih
dahulu mengenal, memahami, dan melaksanakan hal-hal yang tertuang dalam
kurikulum. Tanpa guru, kurikulum itu hanyalah benda mati yang tidak berarti[2].
Kedudukan guru dan dosen
sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang
demokratis dan bertanggung jawab[3].
Selain sebagai pelaksana kebijakan
(dalam hal ini kurikulum pendidikan), guru juga berperan sebagai ujung tombak
pelaksanaan kurikulum. Merekalah yang tahu persis bagaimana pelaksanaan
kurikulum pendidikan yang telah disusun oleh pemerintah dan mengaplikasikanya
pada proses pembelajaran di sekolah, terlebih lagi penerapanya di setiap
kelasnya. Oleh karenanya, keberhasilan suatu tujuan pendidikan yang telah
direncanakan terdapat pada tangan seorang guru sebagai pelaksananya. Sebaik
apapun kurikulum itu dirubah dan disusun kembali, jika pelaksanaan di lapangan
masih tetap sama, maka hasilnyapun akan tetap sama, artnya tidak aka nada
perubahan.
Ketetapan undang-undang
tersebut menuntut sebuah tanggungjawab yang tidak ringan bagi seorang pendidik
(guru). Kegiatan-kegiatan yang meliputi mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan
mengevaluasi peserta didik bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan. Apalagi aktivitas
tersebut harus dibarengi dengan transfer of knowledge serta internalisasi
nilai-nilai etika dan moral. Kesemuanya itu tentulah membutuhkan kemampuan dari
seorang guru yang cakap dan terampil. Agar tujuan dari pendidikan tersebuat
dapat tercapai dengan baik. Terlebih lagi tuntutan dari seorang guru yang
semakin berkembang dari masa ke masa seiring dengan perkembangan zaman.
Untuk menanggapi hal tersebut,
pemerintah (dalam hal ini Kementerian Agama) sebagai pemegang “monopoli”
penyelenggara pendidikan guru agama, serta sebagai pengambil keputusan
pendidikan tingkat makro, sudah mengambil berbagai macam langkah kongkrit demi
terciptanya pendidikan dan guru yang ideal. Mulai dari pembentukan
lembaga-lembaga pencetak calon guru seperti SGAI (Sekolah Guru Agama Islam),
PGA (Pendidikan Guru Agama), Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP),
hingga FAI (Fakultas Agama Islam) dan FITK (Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan).
Penjalanan panjang Kementerian Agama
dalam menyelenggarakan pendidikan guru agama juga sudah banyak menuai kebijakan
dalam upaya pengembangan kompetensi guru. Oleh karenanya, pembahasan tentang
kebijakan pendidikan Islam yang berhubungan dengan aspek guru, terutama dalam
hal profesi dan kompetensinya sangat menarik untuk dibahas dan dikaji.
B.
Rumusan Masalah
Dari latar belakang tersebut diatas,
penulis mengambil beberapa rumusan masalah berikut:
1.
Apa hakikat dari guru dalam Islam?
2.
Bagaimana kebijakan pemerintah tentang pendidikan Islam terkait
dengan aspek pendidik (guru)?
C.
Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah
ini adalah:
1.
Untuk mengetahui hakikat yang sesungguhnya dari guru Agama Islam.
2.
Untuk mengetahui peranan politik dan kebijakan pendidikan Islam
yang yerkait dengan aspek pendidik (guru).
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Hakikat Pendidik (Guru) dalam Islam
1.
Definisi Pendidik (Guru)
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah guru diartikan sebagai
orang yang pekerjaanya (mata pencaharianya, profesinya) mengajar[4].
Dari definisi ini, batasan guru sangatlah luas, siapapun yang mengajar atau
mendidik dapat disebut sebagai seorang guru, tanpa membedakan materi dan
tingkatan pendidikan dari setiap peserta didik. Dari definisi tersebut,
pemerintah memberi batasan yang jelas tentang pengertian pendidik dalam
Undang-undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional yang menyatakan bahwa Pendidik adalah
tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong
belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang
sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan
pendidikan[5].
Menurut Mohammad Kosim, guru merupakan pendidik yang
memiliki tugas dan tanggung jawab untuk mengembangkan potensi peserta didik
agar terbentuk kepribadian utama[6].
Apabila hal ini diintegrasikan dengan pengertian pendidik dalam Undang-undang
No. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen, maka tugas utama guru adalah
mengembangkan seluruh aspek kepribadian peserta didik agar menjadi manusia yang
seutuhnya melalui kegiatan mendidik, melatih, mengajar, membimbing, mengarahkan
dan mengevalusi peserta didik.
Dalam hal tersebut, ada tiga aspek kepribadian
peserta didik yang harus dikembangkan oleh pendidik (guru) yaitu aspek
kognitif, afektif dan psikomotor. Aspek kognitif meliputi tujuan yang
berhubungan dengan kemampuan berfikir, mengethui dan memecahkan masalah. Aspek
afektif mencakup tujuan yang berkaitan dengan sikap, nilai (moral dan agama),
minat dan apresiasi. Aspek psikomotor meliputi tujuan yang berhubungan
keterampilan manual dan motorik[7].
Sedangkan menurut Hamruni, pendidik adalah bapak
rohani (spiritual father) bagi anak didik yang memberikan santapan jiwa
dengan ilmu, pembinaan akhlak mulia, dan meluruskanya[8].
Sementara itu, Islam memposisikan guru dalam posisi yang sangat mulia, karena
gurulah yang menyampaikan ilmu pengetahuan, yang dengan ilmu pengetahuan
tersebutlah manuasia akan ditinggikan derajatnya oleh Allah SWT.
Berdasarkan penjabaran diatas, dapat diketahui bahwa
profesi seorang pendidik (guru) merupakan sebuah tugas mulia yang dilakukan
seseorang untuk membentuk aspek kepribadian peserta didik mulai dari aspek
kognitif, afektif dan psikomotor. Ketiga aspek tersebut haruslah diarahkan
sejalan sesuai dengan tujuan pendidikan Islam. Namun, dalam perkembanganya,
pendidik (guru) bukan hanya bertugas sebagai pembibing dan pen-transfer ilmu
pengetahuan dan nilai-nilai serta moral, akan tetapi juga merupakan fasilitaor,
pengolah, dan perencana dari pendidikan. maka tidak heran jika dikatakan bahwa
guru adalah ujung tombak dari pelaksanaan pendidikan.
Saat sekarang ini, pengertian tersebut telah
mengalami berbagai perkembangan. Seiring dengan perkembangan zaman dan
perkembangan dunia pendidikan. seorang guru juga dituntut sebagai profesi.
Sejalan dengan hal tersebut, guru juga dituntut untuk memiliki standar-standar
kompetensi tertentu agar dapat dinyatakan sebagai guru professional.
2. Guru
Profesional
Menurut
Suparlan, profesi menunjuk pada suatu pekerjaan atau jabatan yang menuntut
keahlian, tanggung jawab, dan kesetiaan terhadap pekerjaan itu. Profesional
menunjuk dua hal, yakni orangnya dan penampilan atau kinerja orang itu dalam
melaksanakan tugas atau pekerjaanya[9].
Jika dikaitkan dengan pengertian pendidik dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003
tentang Sisdiknas, maka guru juga dikenal sebagai salah satu pekerjaan yang
menuntut keahlian tertentu yang lebih spesifik. Sehingga, dalam perkembangan
yang semakin maju, hal tersebut juga ditandai dengan tuntutan guru untuk
memenuhi kompetensi tertentu untuk dianggap sebagai guru professional.
Dalam Undang-undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru
dan Dosen disebutkan bahwa: Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan[10].
Untuk menjadi seorang pendidik tidaklah mudah, karena ia harus memiliki
berbagai kompetensi keguruan. Lebih lanjut disebutkan bahwa kompetensi pendidik
tersebut meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi
sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi[11].
Dari uraian tersebut diatas, dapat dipahami bahwa
seorang pendidik yang professional harus memiliki kompetensi-kompetensi berikut[12]:
a.
Penguasaan materi al-Islam yang komprehensif serta
wawasan dan bahan pengayaan, terutama pada bidang-bidang yang menjadi tugasnya.
b.
Penguasaan strategi (mencakup pendekatan, metode dan
teknik) pendidikan Islam, termasuk kemampuan evaluasinya.
c.
Penguasaan ilmu dan wawasan kependidikan.
d.
Memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil
penelitian pendidikan pada umumnya guna keperluan pengembangan pendidikan
Islam.
e.
Memiliki kepekaan terhadap informasi secara langsung
maupun tidak langsung yang mendukung kepentingan tugasnya.
Dalam hal ini, untuk dapat mewujudkan guru yang
professional, kita dapat mengacu pada Nabi Muhammad SAW. Beliau berhasil
menjadi seorang pemimpin sekaligus pendidik yang ideal dengan berlandaskan
kepribadian yang berkualitas serta unggul. Bahkan sebelum beliau menjadi seorang
Rasul, beliau sudah dikenal sebagai pribadi yang berbudi luhur dan mendapat
julukan Al-Amien yang artinya dapat dipercaya. Sehingga Allahpun
menerangkan bahwa pada diri Muhammad itu terdapat contoh (teladan) yang baik
seluruh umatnya.
B. Politik
dan Kebijakan Pendidikan Islam terkait dengan Aspek Pendidik (Guru)
Berbicara mengenai
politik dan kebijakan pendidikan, secara garis besar membicarakan tentang
pendidikan di tingkat makro (pemerintah). Namun, tidak menutup kemungkinan
untuk membahas tentang berbagai hal di tingkat mikro (kelembagaan). Dalam hal
ini, akan berupaya membahas tentang berbagai macam politik dan kebijakan
pemerintah tentang pendidikan Islam baik di tingkat makro maupun mikro.
Dalam pendidikan, guru
memiliki tugas ganda, yaitu sebagai abdi negara dan abdi masyarakat[13]. Sebagai abdi negara, seorang guru dituntut untuk
menjalankan tugas yang telah ditetapkan oleh pemerintah untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa. Sedangkan sebagai abdi masyarakat, seorang guru dituntut agar
bisa mencerdaskan kehidupan masyarakat dan mendidiknya agar terbentuk
masyarakat yang bermartabat. Maka tidak heran jika ditengah-tengah masyarakat,
apalagi di daerah pedesaan, seorang guru sangat dihormati dan dihargai oleh
masyarakat disekitarnya.
Seorang guru, selain
dituntut dapat menyampaikan materi pembelajaran di kelas, juga dituntut agar
bisa mengambangkan dan membina akhlak dari setiap peserta didiknya. Serta mampu
menjadi suri tauladan dimana ia berada. Terlebih guru Pendidikan Agama Islam.
Dalam undang-undang
No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional mengamanatkan bahwa setiap
peserta didik pada setiap satuan lembaga pendidikan berhak mendapatkan
pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik
yang seagama[14]. Dengan demikian, pendidikan agama menjadi salah
satu komponen wajib yang harus diadakan dalam sebuah kurikulum pendidikan untuk
mencapai tujuan pendidikan nasional. Sehingga komponen guru agama menjadi salah
sutu elemen terpenting dari penyelenggaraan pendidikan agama di sekolah.
Menurut Mastuhu, yang
dikutip oleh Nunu Ahmad dkk, keberadaan guru agama merupakan komponen
terpenting dari penyelenggaraan pendidikan agama di sekolah. Persoalan guru
tidak hanya sebagai tenaga pengajar saja melainkan juga sebagai pendidik.
Artinya, guru tidak hanya memberikan konsep berpikir, melainkan juga harus bisa
menimbulkan prakarsa, motivasi, dan aktualisasi pada diri peserta didik ke arah
pencapaian tujuan pendidikan nasional dan institusional yang telah ditetapkan[15].
Oleh karenanya,
upaya-upaya tersebut terus direspon oleh pemerintah dengan membuat berbagai
kebijakan untuk meningkatkan profesionalisme dan kualitas guru, terutama guru
pendidikan agama. Jika merujuk pada Undang-undang No. 20/2003 tentang Sisdiknas
Pasal 12 ayat 1.a yang menyatakan
bahwa “pendidikan agama untuk peserta didik harus diajarkan oleh guru yang
seagama”, akan terjadi ketidak jelasan makna siapa dan bagaimana
kualifikasi pendidik yang diperbolehkan mengajar pendidikan agama. Apakah hanya
sekedar seagama saja? Atau guru tersebut juga harus memiliki latar belakang
pendidikan agama yang akan diajarkan?
Setelah disahkanya Undang-undang No.
14/2005 tentang Guru dan Dosen,semua calon guru harus berpendidikan minimal
sarjana atau diploma empat, dan untuk menjadi guru professional harus lulus
pendidikan profesi yang ditandai dengan pemberian sertifikat pendidik.
Sehingga, status gurupun meningkat menjadi guru professional. Oleh karena itu,
selain harus memiliki ijazah pendidikan, para calon guru juga harus lulus
pendidikan profesi guru untuk menjadi guru professional.
Untuk merealisasikanya, pemerintah
mengeluarkan sejumlah ketentuan yang meliputi:
1.
Permendiknas Nomor 18/2007 tentang Sertifikasi bagi
Guru dalam Jabatan.
2.
Peraturan Pemerintah Nomor 74/2008 tentang Guru.
3.
Permendiknas Nomor 8/2009 tentang Pendidikan Profesi
Guru Prajabatan.
4.
Permendiknas Nomor 10/2009 tentang Sertifikasi bagi
Guru dalam Jabatan.
5.
Permendiknas Nomor 9/2010 tentang Pendidikan Profesi
guru bagi Guru dalam Jabatan.
Ketentuan tersebut
mengatur tentang banyak hal mengenai teknis pelaksanaan sertifikasi guru untuk
membentuk guru yang professional. Dalam ketentuan tersebut dinyatakan bahwa
sertifikat pendidik dapat diperoleh melalui empat jalur, yaitu melalui: (1)
penilaian portofolio, (2) pendidikan dan latihan profesi guru, (3) pemberian
sertifikat pendidik secara langsung, dan (4) pendidikan profesi guru[17]. Keempat jalur ini diselenggarakan oleh perguruan
tinggi penyelenggara LPTK yang memenuhi syarat dan ditunjuk oleh pemerintah.
Penilaian portofolio
merupakan proses pemberian sertifikat bagi guru dalam jabatan yang memenuhi
syarat melalui penilaian portofolio. Penilaian portofolio sebagaimana dimaksud
merupakan pengakuan atas pengalaman professional guru dalam bentuk penilaian terhadap
kumpulan dokumen yang mendeskripsikan:
1. Kualifikasi
akademik.
2. Pendidikan
dan pelatihan.
3. Pengalaman
mengajar.
4. Perencanaan
dan pelaksanaan pembelajaran.
5. Penilaian
dari atasan dan pengawas.
6. Prestasi
akademik.
7. Karya
pengembangan profesi.
8. Keikutsertaan
dalam forum ilmiah.
9. Pengalaman
organisasi di bidang pendidikan dan sosial, dan
Pendidikan dan Latihan
Profesi Guru (PLPG) diberikan pada guru dalam jabatan yang tidak memiliki
kesiapan diri untuk penilaian portofolio, tidak lulus penilaian portofolio dan
dinyatakan tidak memenuhi persyaratan untuk memperoleh sertifikat pendidik
secara langsung[19]. Materi PLPG diarahkan agar pendidik memiliki
kemampuan untuk merencanakan, melaksanakan dan menilai pembelajaran.
Pemberian sertifikat
secara langsung diberikan pada guru yang sudah memiliki kualifikasi akademik
S-2 atau S-3 dari perguruan tinggi terakreditasi dalam bidang kependidikan atau
bidang studi yang relevan dengan mata pelajaran yang diampunya dengan golongan
paling rendah IV/b yang memenuhi angka kredit kumulatif setara dengan golongan
IV/b atau guru yang sudah mempunyai golongan paling rendah IV/c, atau yang
memenuhi angka krsdit kumulatif setara dengan golongan IV/c[20].
Pendidikan Profesi
Guru (PPG) dibuka bagi guru dalam jabatan dan guru prajabatan yang telah lulus
program sarjana atau diploma empat dan memenuhi syarat. Program ini bertujuan
menghasilkan guru professional yang memiliki kompetensi dalam merencanakan
melaksanakan dan menilai pembelajaran, menindaklanjuti hasil penilaian dengan
melaksanakan pembimbingan, dan pelatihan peserta didik, mampu melaksanakan
penelitian dan mengambangkan keprofesian secara berkelanjutan[21].
Dari keempat jalur
sertifikasi guru yang diselenggarakan saat ini, yang paling ideal dalam
menyiapkan calon guru professional adala jalur PPG. Sedangkan ketiga jalur
lainnya, memiliki banyak kelemahan. Jalur portofolio tidak berpengaruh langsung
pada pembinaan mutu gur, apalagi sulit dilacak apakah dokmen-dokumen yang
dikumpulkan guru terkait kompetensinya sebaga pendidik, merupakan dokumen asli
atau palsu. Jalur PLPG yang hanya berlangsung sekitar seluruh hari, diragukan
mampu memberikan dampak optimal bagi pengembangan mutu guru. Demikian pula
dengan jalur pemberian sertifikat langsung yang tampaknya lebih
mempertimbangkan masa kerja dan ijasah, tidak mudah menghasilkan guru-guru yang
kompeten[22].
Tuntutan seorang guru
yang begitu banyak dalam menjalankan tugas profesinya tersebut, tentunya
berbanding lurus dengan usaha pemerintah dalam upaya pensejahteraan guru, baik
dengan kenaikan gaji, kenaikan pangkat dan berbagai tunjangan fugsional lainya.
Kesemuanya itu dimaksudkan agar kualitas para guru meningkat dari tahun-ke
tahun. Akan tetapi, pada kenyataanya harapan itu tidaklah seimbang dengan
kenyataan dilapangan.
Terlebih dengan
banyaknya berbagai Perguruan tinggi Negeri maupun Perguruan Tinggi Swasta yang
menyelenggarakan pendidikan untuk para calon guru. Hal ini menyulitkan
pemerintah untuk dapat mengontrol kualitas output dari masing-masing
lulusan. Lain dari pada itu, untuk mempertahankan kualitas kompetensi guru
dalam menyelenggarakan pembelajaran juga tak kalah penting. Hal ini harus
dijaga dan disadari penuh oleh setiap guru.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai
guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur,
fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta
berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan. untuk dapat melaksanakan
tugas profesinya, seorang guru harus memiliki kompetensi pedagogik, personal,
sosial dan professional.
Untuk disebut sebagai
pendidik yang professional, seorang guru harus menempuh jalur sertifikasi.
Dalam ketentuan yang ada, dinyatakan bahwa sertifikat pendidik dapat diperoleh
melalui empat jalur, yaitu melalui: (1) penilaian portofolio, (2) pendidikan
dan latihan profesi guru, (3) pemberian sertifikat pendidik secara langsung,
dan (4) pendidikan profesi guru. Keempat jalur ini diselenggarakan oleh
perguruan tinggi penyelenggara LPTK yang memenuhi syarat dan ditunjuk oleh
pemerintah.
Dari keempat jalur
sertifikasi guru yang diselenggarakan saat ini, yang paling ideal dalam
menyiapkan calon guru professional adala jalur PPG. Penyiapan calon guru
professional kedepan harus melalui satu jalur, yaitu PPG, yang dilaksanakan
dengan seleksi ketat dari aspek penyelenggara, peserta dan proses PPG. Untuk
menjamin kualitas guru, sertifikat pendidik tidak boleh berlaku selamanya. Akan
tetapi harus ada uji berkala, misalnya setiap lima tahun sekali. Agar nantinya
kualitas dari guru professional itu dapat terjaga, lain dari pada itu agar
setiap pemegang sertifikat tersebut berupaya untuk senantiasa meningkatkan dan
mengembangkan kemampuan profesinya.
B. Saran-saran
1. Perlu
adanya pemantauan yang maksimal dari pemerintah mengenai pelaksanaan setuap
keputusan yang telah diambil.
2. Sebagai
lembaga pencetak calon guru, Perguruan Tinggi selain harus memperhatikan
kualitas output-nya juga memperhatikan kebutuhan dunia pendidikan akan
kuantitas guru.
3. Perlu
adanya uji berkala bagi setiap pemegang sertifikat pendidik agar menjadi
semangat untuk meningkatkan dan mempertahankan profesionalisme yang dimiliki.
4. Perlu
adanya kesadaran diri bagi setiap pendidik untuk senantiasa meningkatkan
kualitas dirinya sebagai pendidik. Baik dari kompetensi pedagogik, personal,
sosial maupun profesionalnya.
DAFTAR ISI
An-Nahidl,
Nunu Ahmad dkk. 2010. Pendidikan Agama di Indonesia: Gagasan dan Realitas.
Jakarta: Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan.
Hamruni.
2008. Konsep edutainment dalam Pendidikan Islam. Yogyakarta: Bidang
Akademik UIN Sunan Kalijaga.
Kosim,
Mohammad. 2012. Pendidikan Guru Agama di Indonesia: Pergumulan dan Problema
Kebijakan 1948-2011. Bantul: Pustaka Nusantara.
Rohmat,
Ali. 2009. Kapita Selekta Pendidikan. Yogyakarta: Sekses Offset.
Suparlan.
2006. Guru Sebagai Profesi. Yogyakarta:
Hikayat Publishing.
Tim
Penyusun. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa
Departemen Pendidikan Nasional.
Undang-undang
Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
Permendiknas Nomor 9/2010 tentang Pendidikan Profesi guru bagi
Guru dalam Jabatan.
Permendiknas Nomor 11/2011 tentang Sertifikasi bagi Guru dalam
Jabatan.
[1]
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Bab
I Pasal 1 (1).
[2] Ali
Rohmat, Kapita Selekta Pendidikan, (Yogyakarta: Sekses Offset, 2009),
hlm. 51.
[3]
Undang-undang Republik Indonesia Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen Bab II Pasal 6.
[4] Kamus
Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan
Nasional, 2008), hlm. 497.
[5]
Undang-undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, BAB I Pasal 1 ayat 6.
[6]
Mohammad Kosim, Pendidikan Guru Agama di Indonesia: Pergumulan dan Problema
Kebijakan 1948-2011, (Bantul: Pustaka Nusantara, 2012), hlm. 12.
[7] Ibid.
[8]
Hamruni, Konsep edutainment dalam Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Bidang
Akademik UIN Sunan Kalijaga, 2008), hlm. 77.
[9]
Suparlan, Guru Sebagai Profesi, (Yogyakarta: Hikayat Publishing, 2006),
hlm. 71.
[10]
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen BAB
I Pasal 1 ayat (10).
[11] Ibid,
BAB IV Pasal 10 ayat (1).
[12]
Hamruni, Konsep Edutainment…, hlm. 79.
[13] Ali
Rohmad, Kapita selekta…, hlm. 51.
[14]
Undang-undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, Pasal 12 ayat 1.a
[15] Nunu
Ahmad An-Nahidl, dkk, Pendidikan Agama di Indonesia: Gagasan dan Realitas,
(Jakarta: Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan), hlm. 2.
[16]
Muhammad Kosim, Pendidikan Guru …, hlm. 141.
[17] Permendiknas Nomor 11/2011 tentang Sertifikasi bagi Guru
dalam Jabatan, Pasal 2 ayat 1.
[18] Ibid,
Pasal 3 ayat 1.
[19] Ibid,
Pasal 7.
[20] Ibid,
pasal 9.
[21] Permendiknas Nomor 9/2010 tentang
Pendidikan Profesi guru bagi Guru dalam Jabatan., Pasal 3.
[22] Mohammad Kosim, Pendidikan Guru …, hlm. 143-144.
ᐈ Casinos | UK Gambling sites accepting US players
BalasHapus⭐ Casinos that accept US players. UK casinos that accept US players · 1. Casimba Casino · 2. BetVictor · 3. BetMGM Casino luckyclub.live · 4. Play'n GO · 5. Play'n Go.