Senin, 25 November 2013

POLITIK DAN KEBIJAKAN PENDIDIKAN ISLAM: ASPEK PENDIDIK (GURU)

POLITIK DAN KEBIJAKAN PENDIDIKAN ISLAM:
ASPEK PENDIDIK (GURU)
 BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang Masalah
Guru adalah pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal pendidikan dasar, dan pendidikan menengah[1]. Dalam setiap satuan pendidikan formal pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, “guru” merupakan sentral pelaksanaan kurikulum. Guru yang harus lebih dahulu mengenal, memahami, dan melaksanakan hal-hal yang tertuang dalam kurikulum. Tanpa guru, kurikulum itu hanyalah benda mati yang tidak berarti[2].
Kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab[3].
Selain sebagai pelaksana kebijakan (dalam hal ini kurikulum pendidikan), guru juga berperan sebagai ujung tombak pelaksanaan kurikulum. Merekalah yang tahu persis bagaimana pelaksanaan kurikulum pendidikan yang telah disusun oleh pemerintah dan mengaplikasikanya pada proses pembelajaran di sekolah, terlebih lagi penerapanya di setiap kelasnya. Oleh karenanya, keberhasilan suatu tujuan pendidikan yang telah direncanakan terdapat pada tangan seorang guru sebagai pelaksananya. Sebaik apapun kurikulum itu dirubah dan disusun kembali, jika pelaksanaan di lapangan masih tetap sama, maka hasilnyapun akan tetap sama, artnya tidak aka nada perubahan.
Ketetapan undang-undang tersebut menuntut sebuah tanggungjawab yang tidak ringan bagi seorang pendidik (guru). Kegiatan-kegiatan yang meliputi mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan. Apalagi aktivitas tersebut harus dibarengi dengan transfer of knowledge serta internalisasi nilai-nilai etika dan moral. Kesemuanya itu tentulah membutuhkan kemampuan dari seorang guru yang cakap dan terampil. Agar tujuan dari pendidikan tersebuat dapat tercapai dengan baik. Terlebih lagi tuntutan dari seorang guru yang semakin berkembang dari masa ke masa seiring dengan perkembangan zaman.
Untuk menanggapi hal tersebut, pemerintah (dalam hal ini Kementerian Agama) sebagai pemegang “monopoli” penyelenggara pendidikan guru agama, serta sebagai pengambil keputusan pendidikan tingkat makro, sudah mengambil berbagai macam langkah kongkrit demi terciptanya pendidikan dan guru yang ideal. Mulai dari pembentukan lembaga-lembaga pencetak calon guru seperti SGAI (Sekolah Guru Agama Islam), PGA (Pendidikan Guru Agama), Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), hingga FAI (Fakultas Agama Islam) dan FITK (Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan).
Penjalanan panjang Kementerian Agama dalam menyelenggarakan pendidikan guru agama juga sudah banyak menuai kebijakan dalam upaya pengembangan kompetensi guru. Oleh karenanya, pembahasan tentang kebijakan pendidikan Islam yang berhubungan dengan aspek guru, terutama dalam hal profesi dan kompetensinya sangat menarik untuk dibahas dan dikaji.
B.  Rumusan Masalah
Dari latar belakang tersebut diatas, penulis mengambil beberapa rumusan masalah berikut:
1.      Apa hakikat dari guru dalam Islam?
2.      Bagaimana kebijakan pemerintah tentang pendidikan Islam terkait dengan aspek pendidik (guru)?

C.  Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1.      Untuk mengetahui hakikat yang sesungguhnya dari guru Agama Islam.
2.      Untuk mengetahui peranan politik dan kebijakan pendidikan Islam yang yerkait dengan aspek pendidik (guru).

BAB II
PEMBAHASAN
A.  Hakikat Pendidik (Guru) dalam Islam
1.    Definisi Pendidik (Guru)
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah guru diartikan sebagai orang yang pekerjaanya (mata pencaharianya, profesinya) mengajar[4]. Dari definisi ini, batasan guru sangatlah luas, siapapun yang mengajar atau mendidik dapat disebut sebagai seorang guru, tanpa membedakan materi dan tingkatan pendidikan dari setiap peserta didik. Dari definisi tersebut, pemerintah memberi batasan yang jelas tentang pengertian pendidik dalam Undang-undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyatakan bahwa Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan[5].
Menurut Mohammad Kosim, guru merupakan pendidik yang memiliki tugas dan tanggung jawab untuk mengembangkan potensi peserta didik agar terbentuk kepribadian utama[6]. Apabila hal ini diintegrasikan dengan pengertian pendidik dalam Undang-undang No. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen, maka tugas utama guru adalah mengembangkan seluruh aspek kepribadian peserta didik agar menjadi manusia yang seutuhnya melalui kegiatan mendidik, melatih, mengajar, membimbing, mengarahkan dan mengevalusi peserta didik.
Dalam hal tersebut, ada tiga aspek kepribadian peserta didik yang harus dikembangkan oleh pendidik (guru) yaitu aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Aspek kognitif meliputi tujuan yang berhubungan dengan kemampuan berfikir, mengethui dan memecahkan masalah. Aspek afektif mencakup tujuan yang berkaitan dengan sikap, nilai (moral dan agama), minat dan apresiasi. Aspek psikomotor meliputi tujuan yang berhubungan keterampilan manual dan motorik[7].

Sedangkan menurut Hamruni, pendidik adalah bapak rohani (spiritual father) bagi anak didik yang memberikan santapan jiwa dengan ilmu, pembinaan akhlak mulia, dan meluruskanya[8]. Sementara itu, Islam memposisikan guru dalam posisi yang sangat mulia, karena gurulah yang menyampaikan ilmu pengetahuan, yang dengan ilmu pengetahuan tersebutlah manuasia akan ditinggikan derajatnya oleh Allah SWT.
Berdasarkan penjabaran diatas, dapat diketahui bahwa profesi seorang pendidik (guru) merupakan sebuah tugas mulia yang dilakukan seseorang untuk membentuk aspek kepribadian peserta didik mulai dari aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Ketiga aspek tersebut haruslah diarahkan sejalan sesuai dengan tujuan pendidikan Islam. Namun, dalam perkembanganya, pendidik (guru) bukan hanya bertugas sebagai pembibing dan pen-transfer ilmu pengetahuan dan nilai-nilai serta moral, akan tetapi juga merupakan fasilitaor, pengolah, dan perencana dari pendidikan. maka tidak heran jika dikatakan bahwa guru adalah ujung tombak dari pelaksanaan pendidikan.
Saat sekarang ini, pengertian tersebut telah mengalami berbagai perkembangan. Seiring dengan perkembangan zaman dan perkembangan dunia pendidikan. seorang guru juga dituntut sebagai profesi. Sejalan dengan hal tersebut, guru juga dituntut untuk memiliki standar-standar kompetensi tertentu agar dapat dinyatakan sebagai guru professional.
2.    Guru Profesional
 Menurut Suparlan, profesi menunjuk pada suatu pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian, tanggung jawab, dan kesetiaan terhadap pekerjaan itu. Profesional menunjuk dua hal, yakni orangnya dan penampilan atau kinerja orang itu dalam melaksanakan tugas atau pekerjaanya[9]. Jika dikaitkan dengan pengertian pendidik dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, maka guru juga dikenal sebagai salah satu pekerjaan yang menuntut keahlian tertentu yang lebih spesifik. Sehingga, dalam perkembangan yang semakin maju, hal tersebut juga ditandai dengan tuntutan guru untuk memenuhi kompetensi tertentu untuk dianggap sebagai guru professional.
Dalam Undang-undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen disebutkan bahwa: Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan[10]. Untuk menjadi seorang pendidik tidaklah mudah, karena ia harus memiliki berbagai kompetensi keguruan. Lebih lanjut disebutkan bahwa kompetensi pendidik tersebut meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi[11].
Dari uraian tersebut diatas, dapat dipahami bahwa seorang pendidik yang professional harus memiliki kompetensi-kompetensi berikut[12]:
a.    Penguasaan materi al-Islam yang komprehensif serta wawasan dan bahan pengayaan, terutama pada bidang-bidang yang menjadi tugasnya.
b.    Penguasaan strategi (mencakup pendekatan, metode dan teknik) pendidikan Islam, termasuk kemampuan evaluasinya.
c.    Penguasaan ilmu dan wawasan kependidikan.
d.   Memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil penelitian pendidikan pada umumnya guna keperluan pengembangan pendidikan Islam.
e.    Memiliki kepekaan terhadap informasi secara langsung maupun tidak langsung yang mendukung kepentingan tugasnya.
Dalam hal ini, untuk dapat mewujudkan guru yang professional, kita dapat mengacu pada Nabi Muhammad SAW. Beliau berhasil menjadi seorang pemimpin sekaligus pendidik yang ideal dengan berlandaskan kepribadian yang berkualitas serta unggul. Bahkan sebelum beliau menjadi seorang Rasul, beliau sudah dikenal sebagai pribadi yang berbudi luhur dan mendapat julukan Al-Amien yang artinya dapat dipercaya. Sehingga Allahpun menerangkan bahwa pada diri Muhammad itu terdapat contoh (teladan) yang baik seluruh umatnya.

B.  Politik dan Kebijakan Pendidikan Islam terkait dengan Aspek Pendidik (Guru)
Berbicara mengenai politik dan kebijakan pendidikan, secara garis besar membicarakan tentang pendidikan di tingkat makro (pemerintah). Namun, tidak menutup kemungkinan untuk membahas tentang berbagai hal di tingkat mikro (kelembagaan). Dalam hal ini, akan berupaya membahas tentang berbagai macam politik dan kebijakan pemerintah tentang pendidikan Islam baik di tingkat makro maupun mikro.
Dalam pendidikan, guru memiliki tugas ganda, yaitu sebagai abdi negara dan abdi masyarakat[13]. Sebagai abdi negara, seorang guru dituntut untuk menjalankan tugas yang telah ditetapkan oleh pemerintah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Sedangkan sebagai abdi masyarakat, seorang guru dituntut agar bisa mencerdaskan kehidupan masyarakat dan mendidiknya agar terbentuk masyarakat yang bermartabat. Maka tidak heran jika ditengah-tengah masyarakat, apalagi di daerah pedesaan, seorang guru sangat dihormati dan dihargai oleh masyarakat disekitarnya.
Seorang guru, selain dituntut dapat menyampaikan materi pembelajaran di kelas, juga dituntut agar bisa mengambangkan dan membina akhlak dari setiap peserta didiknya. Serta mampu menjadi suri tauladan dimana ia berada. Terlebih guru Pendidikan Agama Islam.
Dalam undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional mengamanatkan bahwa setiap peserta didik pada setiap satuan lembaga pendidikan berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama[14]. Dengan demikian, pendidikan agama menjadi salah satu komponen wajib yang harus diadakan dalam sebuah kurikulum pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Sehingga komponen guru agama menjadi salah sutu elemen terpenting dari penyelenggaraan pendidikan agama di sekolah.
Menurut Mastuhu, yang dikutip oleh Nunu Ahmad dkk, keberadaan guru agama merupakan komponen terpenting dari penyelenggaraan pendidikan agama di sekolah. Persoalan guru tidak hanya sebagai tenaga pengajar saja melainkan juga sebagai pendidik. Artinya, guru tidak hanya memberikan konsep berpikir, melainkan juga harus bisa menimbulkan prakarsa, motivasi, dan aktualisasi pada diri peserta didik ke arah pencapaian tujuan pendidikan nasional dan institusional yang telah ditetapkan[15].
Oleh karenanya, upaya-upaya tersebut terus direspon oleh pemerintah dengan membuat berbagai kebijakan untuk meningkatkan profesionalisme dan kualitas guru, terutama guru pendidikan agama. Jika merujuk pada Undang-undang No. 20/2003 tentang Sisdiknas Pasal 12 ayat 1.a yang menyatakan bahwa “pendidikan agama untuk peserta didik harus diajarkan oleh guru yang seagama”, akan terjadi ketidak jelasan makna siapa dan bagaimana kualifikasi pendidik yang diperbolehkan mengajar pendidikan agama. Apakah hanya sekedar seagama saja? Atau guru tersebut juga harus memiliki latar belakang pendidikan agama yang akan diajarkan?
Setelah disahkanya Undang-undang No. 14/2005 tentang Guru dan Dosen,semua calon guru harus berpendidikan minimal sarjana atau diploma empat, dan untuk menjadi guru professional harus lulus pendidikan profesi yang ditandai dengan pemberian sertifikat pendidik. Sehingga, status gurupun meningkat menjadi guru professional. Oleh karena itu, selain harus memiliki ijazah pendidikan, para calon guru juga harus lulus pendidikan profesi guru untuk menjadi guru professional.
Untuk merealisasikanya, pemerintah mengeluarkan sejumlah ketentuan yang meliputi:
1.      Permendiknas Nomor 18/2007 tentang Sertifikasi bagi Guru dalam Jabatan.
2.      Peraturan Pemerintah Nomor 74/2008 tentang Guru.
3.      Permendiknas Nomor 8/2009 tentang Pendidikan Profesi Guru Prajabatan.
4.      Permendiknas Nomor 10/2009 tentang Sertifikasi bagi Guru dalam Jabatan.
5.      Permendiknas Nomor 9/2010 tentang Pendidikan Profesi guru bagi Guru dalam Jabatan.
6.      Permendiknas Nomor 11/2011 tentang Sertifikasi bagi Guru dalam Jabatan.[16]
Ketentuan tersebut mengatur tentang banyak hal mengenai teknis pelaksanaan sertifikasi guru untuk membentuk guru yang professional. Dalam ketentuan tersebut dinyatakan bahwa sertifikat pendidik dapat diperoleh melalui empat jalur, yaitu melalui: (1) penilaian portofolio, (2) pendidikan dan latihan profesi guru, (3) pemberian sertifikat pendidik secara langsung, dan (4) pendidikan profesi guru[17]. Keempat jalur ini diselenggarakan oleh perguruan tinggi penyelenggara LPTK yang memenuhi syarat dan ditunjuk oleh pemerintah.
Penilaian portofolio merupakan proses pemberian sertifikat bagi guru dalam jabatan yang memenuhi syarat melalui penilaian portofolio. Penilaian portofolio sebagaimana dimaksud merupakan pengakuan atas pengalaman professional guru dalam bentuk penilaian terhadap kumpulan dokumen yang mendeskripsikan:
1.      Kualifikasi akademik.
2.      Pendidikan dan pelatihan.
3.      Pengalaman mengajar.
4.      Perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran.
5.      Penilaian dari atasan dan pengawas.
6.      Prestasi akademik.
7.      Karya pengembangan profesi.
8.      Keikutsertaan dalam forum ilmiah.
9.      Pengalaman organisasi di bidang pendidikan dan sosial, dan
10.  Penghargaan yang relevan dangan bidang pendidikan[18].
Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) diberikan pada guru dalam jabatan yang tidak memiliki kesiapan diri untuk penilaian portofolio, tidak lulus penilaian portofolio dan dinyatakan tidak memenuhi persyaratan untuk memperoleh sertifikat pendidik secara langsung[19]. Materi PLPG diarahkan agar pendidik memiliki kemampuan untuk merencanakan, melaksanakan dan menilai pembelajaran.
Pemberian sertifikat secara langsung diberikan pada guru yang sudah memiliki kualifikasi akademik S-2 atau S-3 dari perguruan tinggi terakreditasi dalam bidang kependidikan atau bidang studi yang relevan dengan mata pelajaran yang diampunya dengan golongan paling rendah IV/b yang memenuhi angka kredit kumulatif setara dengan golongan IV/b atau guru yang sudah mempunyai golongan paling rendah IV/c, atau yang memenuhi angka krsdit kumulatif setara dengan golongan IV/c[20].
Pendidikan Profesi Guru (PPG) dibuka bagi guru dalam jabatan dan guru prajabatan yang telah lulus program sarjana atau diploma empat dan memenuhi syarat. Program ini bertujuan menghasilkan guru professional yang memiliki kompetensi dalam merencanakan melaksanakan dan menilai pembelajaran, menindaklanjuti hasil penilaian dengan melaksanakan pembimbingan, dan pelatihan peserta didik, mampu melaksanakan penelitian dan mengambangkan keprofesian secara berkelanjutan[21].
Dari keempat jalur sertifikasi guru yang diselenggarakan saat ini, yang paling ideal dalam menyiapkan calon guru professional adala jalur PPG. Sedangkan ketiga jalur lainnya, memiliki banyak kelemahan. Jalur portofolio tidak berpengaruh langsung pada pembinaan mutu gur, apalagi sulit dilacak apakah dokmen-dokumen yang dikumpulkan guru terkait kompetensinya sebaga pendidik, merupakan dokumen asli atau palsu. Jalur PLPG yang hanya berlangsung sekitar seluruh hari, diragukan mampu memberikan dampak optimal bagi pengembangan mutu guru. Demikian pula dengan jalur pemberian sertifikat langsung yang tampaknya lebih mempertimbangkan masa kerja dan ijasah, tidak mudah menghasilkan guru-guru yang kompeten[22].
Tuntutan seorang guru yang begitu banyak dalam menjalankan tugas profesinya tersebut, tentunya berbanding lurus dengan usaha pemerintah dalam upaya pensejahteraan guru, baik dengan kenaikan gaji, kenaikan pangkat dan berbagai tunjangan fugsional lainya. Kesemuanya itu dimaksudkan agar kualitas para guru meningkat dari tahun-ke tahun. Akan tetapi, pada kenyataanya harapan itu tidaklah seimbang dengan kenyataan dilapangan.
Terlebih dengan banyaknya berbagai Perguruan tinggi Negeri maupun Perguruan Tinggi Swasta yang menyelenggarakan pendidikan untuk para calon guru. Hal ini menyulitkan pemerintah untuk dapat mengontrol kualitas output dari masing-masing lulusan. Lain dari pada itu, untuk mempertahankan kualitas kompetensi guru dalam menyelenggarakan pembelajaran juga tak kalah penting. Hal ini harus dijaga dan disadari penuh oleh setiap guru.

  
BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan. untuk dapat melaksanakan tugas profesinya, seorang guru harus memiliki kompetensi pedagogik, personal, sosial dan professional.
Untuk disebut sebagai pendidik yang professional, seorang guru harus menempuh jalur sertifikasi. Dalam ketentuan yang ada, dinyatakan bahwa sertifikat pendidik dapat diperoleh melalui empat jalur, yaitu melalui: (1) penilaian portofolio, (2) pendidikan dan latihan profesi guru, (3) pemberian sertifikat pendidik secara langsung, dan (4) pendidikan profesi guru. Keempat jalur ini diselenggarakan oleh perguruan tinggi penyelenggara LPTK yang memenuhi syarat dan ditunjuk oleh pemerintah.
Dari keempat jalur sertifikasi guru yang diselenggarakan saat ini, yang paling ideal dalam menyiapkan calon guru professional adala jalur PPG. Penyiapan calon guru professional kedepan harus melalui satu jalur, yaitu PPG, yang dilaksanakan dengan seleksi ketat dari aspek penyelenggara, peserta dan proses PPG. Untuk menjamin kualitas guru, sertifikat pendidik tidak boleh berlaku selamanya. Akan tetapi harus ada uji berkala, misalnya setiap lima tahun sekali. Agar nantinya kualitas dari guru professional itu dapat terjaga, lain dari pada itu agar setiap pemegang sertifikat tersebut berupaya untuk senantiasa meningkatkan dan mengembangkan kemampuan profesinya.
B.  Saran-saran
1.      Perlu adanya pemantauan yang maksimal dari pemerintah mengenai pelaksanaan setuap keputusan yang telah diambil.
2.      Sebagai lembaga pencetak calon guru, Perguruan Tinggi selain harus memperhatikan kualitas output-nya juga memperhatikan kebutuhan dunia pendidikan akan kuantitas guru.
3.      Perlu adanya uji berkala bagi setiap pemegang sertifikat pendidik agar menjadi semangat untuk meningkatkan dan mempertahankan profesionalisme yang dimiliki.
4.      Perlu adanya kesadaran diri bagi setiap pendidik untuk senantiasa meningkatkan kualitas dirinya sebagai pendidik. Baik dari kompetensi pedagogik, personal, sosial maupun profesionalnya.

  
DAFTAR ISI


An-Nahidl, Nunu Ahmad dkk. 2010. Pendidikan Agama di Indonesia: Gagasan dan Realitas. Jakarta: Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan.
Hamruni. 2008. Konsep edutainment dalam Pendidikan Islam. Yogyakarta: Bidang Akademik UIN Sunan Kalijaga.
Kosim, Mohammad. 2012. Pendidikan Guru Agama di Indonesia: Pergumulan dan Problema Kebijakan 1948-2011. Bantul: Pustaka Nusantara.
Rohmat, Ali. 2009. Kapita Selekta Pendidikan. Yogyakarta: Sekses Offset.
Suparlan. 2006.  Guru Sebagai Profesi. Yogyakarta: Hikayat Publishing.
Tim Penyusun. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.
Undang-undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
Permendiknas Nomor 9/2010 tentang Pendidikan Profesi guru bagi Guru dalam Jabatan.
Permendiknas Nomor 11/2011 tentang Sertifikasi bagi Guru dalam Jabatan.



[1] Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Bab I Pasal 1 (1).
[2] Ali Rohmat, Kapita Selekta Pendidikan, (Yogyakarta: Sekses Offset, 2009), hlm. 51.
[3] Undang-undang Republik Indonesia Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Bab II Pasal 6.
[4] Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2008), hlm. 497.
[5] Undang-undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, BAB I Pasal 1 ayat 6.
[6] Mohammad Kosim, Pendidikan Guru Agama di Indonesia: Pergumulan dan Problema Kebijakan 1948-2011, (Bantul: Pustaka Nusantara, 2012), hlm. 12.
[7] Ibid.
[8] Hamruni, Konsep edutainment dalam Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Bidang Akademik UIN Sunan Kalijaga, 2008), hlm. 77.
[9] Suparlan, Guru Sebagai Profesi, (Yogyakarta: Hikayat Publishing, 2006), hlm. 71.
[10] Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen BAB I Pasal 1 ayat (10).
[11] Ibid, BAB IV Pasal 10 ayat (1).
[12] Hamruni, Konsep Edutainment…, hlm. 79.
[13] Ali Rohmad, Kapita selekta…, hlm. 51.
[14] Undang-undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 12 ayat 1.a
[15] Nunu Ahmad An-Nahidl, dkk, Pendidikan Agama di Indonesia: Gagasan dan Realitas, (Jakarta: Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan), hlm. 2.
[16] Muhammad Kosim, Pendidikan Guru …, hlm. 141.
[17] Permendiknas Nomor 11/2011 tentang Sertifikasi bagi Guru dalam Jabatan, Pasal 2 ayat 1.
[18] Ibid, Pasal 3 ayat 1.
[19] Ibid, Pasal 7.
[20] Ibid, pasal 9.
[21] Permendiknas Nomor 9/2010 tentang Pendidikan Profesi guru bagi Guru dalam Jabatan., Pasal 3.
[22] Mohammad Kosim, Pendidikan Guru …, hlm. 143-144.

1 komentar:

  1. ᐈ Casinos | UK Gambling sites accepting US players
    ⭐ Casinos that accept US players. UK casinos that accept US players · 1. Casimba Casino · 2. BetVictor · 3. BetMGM Casino luckyclub.live · 4. Play'n GO · 5. Play'n Go.

    BalasHapus