Jumat, 08 November 2013

HAKIKAT BELAJAR

HAKIKAT BELAJAR
Oleh : Muhadi, M.Pd., M.Pd.I.
A.      Pendahuluan
Belajar merupakan bagian terpenting dalam pendidikan yang didalamnya terdapat adanya guru sebagai pengajar dan siswa yang sedang belajar. Usman mengatakan bahwa belajar mengajar merupakan suatu proses yang mengandung serangkian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung melalui hubungan edukatif untuk mencapai tujuan tertentu[1]. Dalam Proses belajar terdapat komponen yang saling terkait meliputi tujuan, guru, siswa, bahan ajar, metode pengajaran, alat, media edukasi.
Cara belajar merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan belajar, dan pemilihan cara belajar dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain guru, siswa itu sendiri, materi belajar, tujuan belajar, fasilitas, dan sarana dan prasarana. Pada kenyataannya belajar adalah masalah semua orang, maka perlu dan penting menjelaskan dan merumuskan masalah belajar, terutama bagi kaum pendidik professional supaya kita dapat menempuhnya dengan lebih efesien, selektif mungkin.[2]  
Para pengajar hendaknya mempunyai kemampuan dalam memilih model yang tepat untuk setiap pokok bahasan dalam pembelajaran, bahkan untuk setiap kompetensi-kompetensi dasar yang telah dirumuskan, misalnya untuk setiap topik dapat digunakan berbagai macam model pengajaran. Dalam pembelajaran pendekatan dan model yang telah dipilih memerlukan interaksi yang baik antara guru dan peserta didik sehingga setiap pembelajaran dan setiap uraian  materi ajar yang disajikan dapat memberikan motivasi belajar peserta didik.
  
B.       Makna Belajar
Belajar adalah Suatu proses usaha yang dilakukan untuk memperoleh suatu perubahan tingkah-laku secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungan.[3] Sedangkan Winkel menyatakan belajar adalah suatu proses psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif antara subjek dengan lingkungannya dan menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, keterampilan, nilai, sikap yang bersikap konstan atau tetap. Perubahan itu dapat berupa sesuatu yang baru yang segera tampak dalam perilaku yang nyata atau tersembunyi.[4]
Menurut Darsono belajar adalah suatu kegiatan yang dilakukan guru sedemikian rupa, sehingga tingkah laku siswa berubah kearah yang lebih baik.[5] Senada pendapat tersebut Skinner (1958) juga memberikan defenisi belajar yaitu suatu proses adaptasi perilaku yang bersifat progesif.[6] Cronbach berpendapat belajar yang sebaik-baiknya adalah dengan mengalami melalui panca indra.[7]
Dari pengertian belajar di atas dapat dikemukakan bahwa belajar mempunyai hal-hal pokok sebagai berikut
a.    Perubahan (dalam arti behavioral changes, actual maupun potensial)
b.    Perubahan itu  pada pokoknya didapatkannya kecakapan baru.
c.    Perubahan yang terjadi karena usaha (dengan sengaja).
Berdasarkan hal-hal pokok dalam belajar, terdapat adanya ciri-ciri belajar diantaranya adalah: 1) perubahan yang terjadi secara sadar. Ini berarti bahwa individu yang belajar, akan menyadari terjadi perubahan atau sekurang-kurangnya perubahan dalam dirinya, 2) perubahan dalam belajar bersifat kontinyu dan fungsional. Sebagai hasil belajar, perubahan yang terjadi dalam diri individu berlangsung terus-menerus tidak statis. 3) perubahan dalam belajar bersifat aktif. Berubahan yang bersifat aktif artinya bahwa perubahan itu tidak terjadi dengan sendirinya melainkan karena usaha sendiri. 4) perubahan dalam belajar bertujuan dan terarah. Ini berarti perubahan tingkah laku itu terjadi karena tujuan yang dicapai perbuatan belajar terarah pada perubahan tingkah laku yang disadari. 5) Perubahan yang mencakup seluruh aspek tingkah-laku.[8]
1.    Belajar dalam pandangan Islam
Secara psikologis manusia adalah makhluk Allah yang sangat sugestibel, yaitu mudah kena pengaruh rangsangan lingkungan yang dating kepadanya, terutama rangsangan lingkungan social, baik secara individual maupun kelompok, melalui pergaulan manusia saling mempengaruhi tingkah laku masing-masing termasuk cara berpikir, bertingkah laku, sikap dan sebagainya.[9] Hubungan dengan orang lain inilah manusia dengan sendirinya baik disengaja atau tidak disengaja mengadakan pembelajaran terkait dengan dirinya.
Di lingkungan rumah tangga anak adalah anggota keluarga, pengaruh kedua orang tua sangan dominan pada dirinya terutama pengaruh dari pihak ibunya. Berbagai penampilan tingkah laku yang sengaja ditampilkan oleh seorang ayah dan ibu secara tidak disadari anak telah diinternalisasikannya ke dalam dirinya, bahkan kadangkala telah menjadi bagian dari dirinya.
Setelah fisik anak bertambah besar dan umurnya pun telah berkembang, ia mulai meluaskan pandangan dan wawasannya ke lingkungan yang luas seperti teman tetangganya. Di lingkungan masyarakat ini ia mulai melihat dan mendengar  baik tingkah laku atau ucapan yang belum pernah di dengarnya di lngkungan ini sudah mulai terkena polusi atau rangsangan yang cenderung merusak pendidikan yang telah diletakkan oleh kedua orang tuanya, tetapi orang tu waspada dengan lingkungan yang bis merusak pendidikan yang telah diletakkannya.
Kebiasaan masyarakat muslim Indonesia memasukkan anaknya ke sekolah dasar pada umur tujuh tahun. Mulai saat itu anak memasuki lingkungan social yang lebih luas dan berinteraksi dengan teman-teman sebayanya atau dengan teman-teman yang lebih tua seperti kakak kelasnya. Di lingkungan formal ini di awasi oleh para pendidiknya yaitu orang-orang yang professional dalam bidangnya. Bentuk-bentuk tingkah laku, cara berpikir, perasaan sikap social cara mereaksinya telah diprogamkan oleh gurunya melalui proses pembelajaran.  
2.    Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar.
Belajar sebagai proses atau aktivitas banyak dipengaruhi oleh bayak faktor antara lain faktor-faktor yang berasal dari luar diri pelajar yang digolongkan menjadi faktor-faktor non-sosial dan faktor-faktor sosial. Untuk lebih jelasnya dijelaskan sebagai berikut;[10]
1.    Faktor-faktor non-sosial dalam belajar
Faktor-faktor non-sosial dalam belajar berupa keadaan udara, suhu udara, cuaca, waktu (pagi, siang, maupun malam), tempat (letak, pergedungannya), dan alat-alat yang digunakan untuk belajar. Semua factor ini diatur sedemikian rupa, sehingga dapat membantu proses/perbuatan belajar secara maksimal.
Letak sekolah atau tempat belajar misalnya harus memenuhi syarat-syarat seperti di tempat yang tidak terlalu dekat dengan kebisingan atau jalan ramai, lalu bangunan itu harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan dalam ilmu kesehatan sekolah. Demikian pula alat-alat pelajaran diusahakan sedimikian rupa memenuhi syarat-syarat pertimbangan diktatis, psikologis, dan paedagogis.
2.    Faktor sosial dalam belajar
Yang dimaksud faktor sosial adalah manusia (sesama manusia), baik manusia itu kehadirannya langsung ada di tempat belajar maupun tidak langsung ada. Kedatangan orang lain pada waktu seseorang sedang belajar, ada kalanya mengganggu belajar itu, misalnya seseorang yang belajar di kamar, lalu banyak orang yang hilir mudik keluar masuk di kamar itu, dan lain-lain. Faktor sosial seperti itu pada umumnya bersifat mengganggu proses belajar.
Selain dari faktor-faktor dari luar diri  tersebut, terdapat juga faktor belajar dari dalam diri si pelajar yang dapat digolongkan menjadi dua yaitu faktor-faktor fisiologi dan faktor-faktor psikologis.[11]
a.    Faktor-faktor fisiologi dalam belajar
1)      Keadaan tonus jasmani pada umumnya.
              Keadaan jasmani yang segar akan lain pengaruhnya dengan keadaan jasmani yang kurang segar, keadaan jasmani yang lelah lain pengaruhnya dengan keadaan jasmani yang tidak lelah. Dalam kaitannya dengan hal ini ada dua hal yang perlu dikemukakan
a)      Nutrisi yang cukup, karena kekurangan kadar makanan ini akan mengakibatkan kurangnya tonus jasmani yang pengaruhnya dapat berupa kelesuan, mengantuk, lekas lelah dan sebagainya.
b)      Beberapa penyakit yang kronis yang dapat mengganggu belajar itu.
2)      Keadaan fungsi-fungsi jasmani tertentu terutama fungsi-fungsi pancaindra
Dalam sistem persekolahan dalam dewasa ini di antara panca indra itu yang memegang peranan dalam belajar adalah mata dan telinga. Karena itu menjadi kewajiban bagi setiap pendidik untuk menjaga, agar pancaindra anak didiknya dapat berfungsi dengan baik, baik penjagaan bersifat kuratif maupun yang bersifat preventif.
b.    Faktor-faktor psikologis dalam belajar
Arden N. frandsen mengatakan bahwa hal yang mendorong seseorang untuk belajar adalah sebagai berikut;
1)   Adanya sifat ingin tahu dan ingin mnyelidiki dunia yang lebih luas.
2)   Adanya sifat yang kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk selalu maju.
3)   Adanya keinginan untuk mendapatkan simpati dari orang tua, guru, dan teman-teman.
4)   Adanya keinginan untuk memperbaiki kegagalan yang lalu dengan usaha yang baru, baik dengan koperasi maupun dengan kompetisi
5)   Adanya keinginan untuk mendapatkan rasa aman bila menguasai pelajaran
6)   Adanya pengajaran atau hukuman sebagai akhir daripada belajar.
Maslow mengemukakan motif-motif untuk belajar itu adalah
1)   Adanya kebutuhan fisik
2)   Adanya kebutuhan akan rasa aman, bebas dari rasa kekawatiran
3)   Adanya kebutuhan akan kecintaan dan penerimaan dalam hubungan dengan orang lain
4)   Adanya kebutuhan untuk mendapat kehormatan dari masyarakat.
5)   Sesuai dengan sifat untuk mengemukakan atau mengetengahkan diri.
3.    Prinsip-prinsip belajar[12]
1.    Mengenali apa yang menarik
Tidak ada seorangpun yang mampu memberikan informasi tentang apa yang menarik untuk kita pelajari kecuali kita sendiri. Hal terpenting yang perlu diingat adalah seberapa cepat disa memahami suatu informasi, maka iformasi itu dengan mudah bisa hilang dari ingatan jika ternyata informasi tersebut bukan sesuatu yang menjadi inti ketertarikan.
2.    Kenalilah kepribadian diri sendiri
Jika tahu betul siapa dirinya sendiri itu, maka mempelajari sesuatu yang sesuai dengan keinginan dan kepribadian menjadi lebih mudah dilakukan. Sebab apapun yang akan dipelajari dan dipahami, seringkali menjadi sia-sia jika ternyata tidak sesuai dengan kepribadiannya.
3.    Rekam semua informasi dalam kata
Langkah yang paling mudah untuk memahami, mengingat dan mempelajari sesuatu adalah dengan kata. Jadi, langkah yang paling mudah dan bijaksana adalah bila terbiasa merekam semua informasi itu dengan cara menuliskannya kembali dalam bentuk apa saja. Gambar, coretan dan yang terbaik adalah catatan tertulis buatan tangan sendiri.
4.    Belajar bersama orang lain
Prinsip belajar ini, hampir selalu efektif bagi setiap orang, apapun karakter belajar yang dimilikinya. Selain itu, belajar juga menjadi terasa lebih menyenangkan dan ringan, bila dilakukan secara bersama-sama.
5.    Hargai diri sendiri
Belajar memahami dan menyerap informasi akan menjadi lebih terasa bermanfaat dan berarti bila menghargainya. Jadi, rencanakan apa yang akan dipelajari dan dipahami. Setelah itu, buatlah jeda diantara waktu belajar yang dilakukan. Setelah itu, lihat seberapa besar keberhasilan dalam mempelajari suatu informasi atau fakta tertentu. Jika merasa berhasil, maka layak mengahargai jerih-payah belajar dengan cara apa saja. Misalnya merayakannya dengan makan enak atau membeli sesuatu yang bisa mengingatkan akan keberhasilan yang pernah dicapai.      
C.      Teori-Teori Belajar
1.    Teori Gagne
Gagne beranggapan bahwa hirarki belajar itu ada, sehingga penting bagi guru untuk menentukan urutan materi belajar yang  harus diberikan. Materi-materi yang berfungsi prasyarat harus diberikan terlebih dahulu. Keberhasilan siswa belajar kemampuan yang lebih tinggi, ditentukan oleh apakah siswa itu memiliki kemampuan belajar yang lebih rendah atau tidak. Menurut Gagne ada 8 tipe belajar, yaitu; belajar isyarat, belajar stimulus respon, belajar merangkaikan, belajar asosiasi verbal, belajar diskriminasi, belajar konsep, belajar prinsip/hukum, dan belajar pemecahan masalah.
Kemampuan manusia sebagai tujuan belajar menurut Gagne dibedakan menjadi 4 kategori, yaitu : (a) keterampilan intelektual; (b) informasi verbal; (c) strategi kognitif; (d) keterampilan. Implikasi teori Gagne di dalam proses pembelajaran untuk mencapai hasil belajar adalah proses belajar mengajar harus memperhatikan kejadian instruksional yang meliputi (1) menarik perhatian, (2) menjelaskan tujuan, (3) mengingat kembali apa yang telah dipelajari, (4) memberikan materi pelajaran, (5) memberi bimbingan belajar, (6) memberi kesempatan, (7) memberi umpan balik tentang benar tidaknya tindakan yang dilakukan, (8) menilai hasil belajar, dan (9) mempertinggi retensi dan transfer.[13]
2.    Teori Piaget
Prinsip teori Piaget, (a) manusia tumbuh beradaptasi, dan berubah melalui perkembangan fisik, kepribadian, sosioemosional, kognitif, dan bahasa; (b) pengetahuan datang melalui tindakan; (c) perkembangan kognitif sebagian besar tergantung seberapa jauh anak aktif memanipulasi dan berinteraksi dengan lingkungan. Menurut Piaget perkembangan kognitif pada anak secara garis besar sebagai berikut: (a) priode sensori motor (0-2 tahun); (b) priode praoperasional (2-7 tahun); (c) priode operasional konkrit (7-11 tahun); (d) priode operasi formal (11-15 tahun).[14]
Konsep-konsep dasar proses organisasi dan adaptasi intelektual menurut Piaget, yaitu : skemata, dipandang sebagai sekumpulan konsep, asimilasi, peristiwa mencocokkan informasi baru dengan informasi lama yang sudah dimiliki oleh seseorang, akomodasi, terjadi apabila antara informasi baru dan lama yang semula tidak cocok kemudian dibandingkan dan disesuaikan dengan informasi lama; dan siswa mengenal informasi baru.
Implikasi teori Piaget dalam Proses Pembelajaran, yaitu; memusatkan perhatian kepada berfikir atau proses mental anak, tidak sekedar kepada hasilnya tetapi juga prosesnya, mengutamakan peran siswa dalam berinisiatif sendiri, keterlibatan aktif dalam pembelajaran, penyajian pengetahuan jadi tidak mendapat tekanan, memaklumi adanya perbedaan individual, maka kegiatan pembelajaran diatur dalam bentuk kelompok kecil, peran guru sebagai seorang yang mempersiapkan lingkungan yang memungkinkan siswa dapat memperoleh pengalaman yang luas[15]
3.    Teori Bruner
Teori Bruner hampir serupa dengan teori Piaget, Di dalam teorinya Bruner mengemukakan bahwa dalam pembelajaran siswa menempuh tiga tahab, yaitu: (a) tahap informasi (tahap penerimaan materi), (b) tahap transformasi (tahap pengubahan materi), dan (c) tahap evaluasi (tahap penilaian materi)[16].
Berbeda dengan Piaget, Bruner memiliki pandangan yang lain tentang peranan bahasa dalam perkembangan intelektual anak. Bruner berpendapat meskipun bahasa dan pikiran berhubungan, tetapi merupakan dua sistem yang berbeda. Bahasa merupakan alat berfikir dalam yang berbentuk pikiran. Dengan kata lain proses berfikir adalah akibat bahasa dalam yang berlangsung dalam benak siswa.
Bruner juga berpendapat bahwa kesiapan adalah penguasaan keterampilan sederhana yang memungkinkan seseorang menguasai keterampilan lebih tinggi. Menurut Bruner kita tidak boleh menunggu datangnya kesiapan, tetapi harus membantu tercapainya kesiapan itu. Tugas orang dewasalah mengajarkan kesiapan itu pada anak. Berhubungan dengan proses belajar Bruner dikenal dengan belajar penemuannya (discovery learning).
Implikasi Teori Bruner dalam proses pembelajaran adalah (a) menghadapkan anak pada suatu situasi yang membingungkan atau suatu masalah; (b) anak akan berusaha membandingkan realita di luar dirinya dengan model mental yang telah dimilikinya; dan (c) dengan pengalamannya anak akan mencoba menyesuaikan atau mengorganisasikan kembali struktur-struktur idenya dalam rangka untuk mencapai keseimbangan di dadalam benaknya. Untuk itu siswa akan mencoba melakukan sintesis, analisis, menemukan informasi baru dan menyingkirkan informasi yang tak perlu.[17]
4.    Teori koneksionisme
Teori koneksionisme adalah teori yang ditemukan oleh Edward L. Thonrdike (1874-1949). Teori ini menyatakan belajar adalah hubungan antara stimulus dan respon. Oleh sebabnya teori ini juga disebut S-R Bond Theory. Selain itu juga terkenal dengan sebutan Trial and error learning.[18] 
5.    Teori belajar asosiatif
Teori belajar asosiatif adalah teori yang dibangun oleh Pavlov. Pavlov menyatakan perilaku dapat dibentuk melalui kebiasaan. Misalnya anak dibiasakan mencuci kaki sebelum tidur atau membiasakan menerima sesuatu dari orang lain dengan menggunakan tangan kanan. Selain Pavlov terkait dengan teori asosiasi adalah  Guthrie  dan Estes.[19]
6.    Teori Ausubel
Ausubel berpendapat bahwa belajar penemuan itu penting, tetapi dalam beberapa situasi tidak efisien, ia lebih menekankan guru sentral, sehingga Ausubel kurang menekankan belajar aktif. Penekanannya pada ekpositorik .Ausubel menekankan pengajaran verbal yang bermakna (meaningful verbal instruction). Menurut Ausubel, setiap ilmu mempunyai struktur konsep-konsep yang membentuk dasar sistem informasi ilmu tersebut. Semua konsep berhubungan satu sama lain (organiser). Struktur konsep dari setiap bidang dapat diidentifikasi dan diajarkan kepada semua siswa dan menjadi sitem proses informasi mereka yang disebut dengan peta intelektual. Peta intelektual ini dapat digunakan untuk menganalisa domain tertentu dan untuk memecahkan masalah-masalah yang berhubungan erat dengan aktivitas domain tersebut. Belajar adalah mencocokkan konsep dalam suatu pokok bahasan ke dalam sistem yang dimilikinya untuk kemudian menjadi milikinya dan berguna baginya.[20]
7.    Teori Vygotsky
Teori Vygotsky beranggapan bahwa pembelajaran terjadi apabila anak-anak bekerja atau belajar menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas-tugas itu masih berada dalam jangkauan kemampuannya, atau tugas-tugas itu berada dalam zone of proximal development . Zone of proximal development maksudnya adalah perkembangan kemampuan siswa sedikit di atas kemampuan yang sudah dimilikinya. Selanjutnya Vygorsky lebih menekankan scaffolding, yaitu memberikan bantuan penuh kepada anak dalam tahap-tahap awal pembelajaran yang kemudian berangsur-angsur dikurangi dan memberikan kesempatan kepada anak untuk mengambil alih tanggung jawab semakin besar segera setelah ia dapat melakukannya.[21]
8.    Teori Konstruktivis[22]
Ide-ide Piaget, Vygotsky, Bruner dan lain-lain membentuk suatu teori pembelajaran yang dikenal dengan teori konstruktivis. Ide utama teori ini adalah: (a) siswa secara aktif membangun pengetahuannya sendiri; (b) agar benar-benar dapat memahami dan dapat menerapkan pengetahuan siswa harus bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya sendiri; (c) belajar adalah proses membangun pengetahuan bukan penyerapan atau absorbsi; dan (d) belajar adalah proses membangun pengetahuan yang selalu diubah secara berkelanjutan melalui asimilasi dan akomodasi informasi baru.
Implikasi teori konstruktivis dalam proses pembelajaran adalah  memusatkan perhatian kepada berfikir atau proses mental anak, tidak sekedar hasilnya saja, Mengutamakan peran siswa dalam berinisiatif sendiri, keterlibatan aktif dalam kegiatan pembelajaran, Menekankan pembelajaran top-down mulai dari yang komplek ke sederhana, dari pada bottom-up dari yang sederhana bertahap berkembang ke komplek, Menerapkan pembelajaran kooperatif akan memperlihatkan suasana proses belajar yang merupakan implikasi teori kontrusktivisme.
9.    Teori Albert Bandura
Menurut bandura pembentukan atau pengubahan perilaku dilakukan melalui atau dengan observasi, dengan model atau contoh. Dalam belajar teorinya disebut observasional learning theory atau social learning theory.[23]   

D.      Jenis-jenis belajar (Menurut A. De Block)[24]
Bentuk belajar menurut fungsi psikis yaitu
1.    Belajar dinamik/konatif. Ciri khas belajar ini terletak dalam belajar berkehendak sesuatu secara wajar, sehingga orang tidak menyerah pada sembarang menghendaki dan juga tidak menghendaki sembarang hal.
2.    Belajar afektif yaitu menghayati nilai dari suatu obyek yang dihadapi melalui alam perasaan, baik obyek itu berupa orang, benda, maupun kejadian/peristiwa. Cirri yang lain terletak dalam belajar mengungkapkan perasaan dalam bentuk eksprei yang wajar
3.    Belajar kognitif. Ciri khasnya terletak dalam belajar memperoleh dan menggunakan suatu bentuk representasi dan mewakili semua obyek yang dihadapi
4.    Belajar senso-motorik. Cirri khasnya terletak dalam belajar menghadapi dan menangani aneka obyek secara fisik, termasuk kejasmanian manusia sendiri.
Bentuk belajar menurut materi yang dipelajari
1.    Belajar teoritis. Belajar ini bertujuan untuk menempatkan semua data dan fakta dalam suatu kerangka organisasi mental, sehingga dapat dipahami dan dapat digunakan untuk memecahkan masalah.
2.    Belajar teknis. Belajar ini bertujuan mengembangkan keterampilan dalam menangani dan memegang benda serta menyusun sebagian materi menjadi suatu keseluruhan.
3.    Belajar bermasyarakat. Belajar ini bertujuan mengekang dorongan dan kecenderungan spontan, demi kehidupan bersama dan memberikan kelonggaran pada orang lainuntuk memenuhi kebutuhannya.
4.    Belajar estetis. Bertujuan membentuk kemampuan menciptakan dan menghayati keindahan diberbagai bidang kesenian.
Bentuk belajar yang tidak disadari
1.    Belajar incidental yaitu mempelajari sesuatu dengan tujuan tertentu, tetapi di samping itu juga belajar hal yang lain yang sebenarnya yang tidak menjadi sasaran.
2.    Belajar dengan mencoba-coba.
3.    Belajar tersembunyi yaitu belajar yang mana siswa tidak mempunyai tujuan apa-apa, akan tetapi guru yang menjalankan pembelajaran mempunyai tujuan tertentu.  


DAFTAR PUSTAKA

Bimo Walgito, Pengantar  Psikologi Umum, Yogyakarta: Andi, 2004

Darsono. Belajar dan Pembelajaran. Semarang: PT. Delta Pamungkas, 2002.

Hamzah, dkk., Landasan pembelajaran teori dan praktik, Gorontalo: Nurul jannah, 2004.

Muhibbi syah, Psikologi Belajar, Jakarta: logos, 19990.

Nasir Budiman, Pendidikan dalam Perspektif al-Quran. Jakarta: Madani Press, 2001.

Santie Purnama Sari, Bahan kuliah psikologi belajar, Yogyakarta: Universitas mercu Buana, tanpa tahun.

Slameto. Belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Jakarta : Rineka Cipta, 1998

Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, Jakarta: Rajawali Pers, 2004.

Surya Moh & Moh.Amin.. Pengajaran Remidial. Jakarta: Depdikbud. 1980.

Usman, Moh Uzer. Menjadi Guru Yang Profesional. Bandung: Rosda Karya, 2001

Winkel, ws, Bimbingan dan Konseling di institute Pendidikan , Yogyakarta: Media abadi, 2004.

-----------, Psikologi Pengajaran, Yogyakarta: Media abadi, tanpa tahun


http//anwarholil.blogspot.com/2008





[1] Moh Uzer Usman, Menjadi Guru Yang Profesional, (Bandung: Rosda Karya, 2002), hlm. 4.
[2] Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2004), hlm. 227-228.
[3] Slameto.1998 .Belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. (Jakarta : Rineka Cipta), hlm. 2
4 Winkel, ws, Bimbingan dan Konseling di institute Pendidikan , (Yogyakarta: Media abadi, 2004),  hlm. 15
5 Darsono, Belajar dan Pembelajaran UNNES. (Semarang:  PT.Delta Pamungkas, 2002),  hlm.24
6 Bimo Walgito, Pengantar  psikologi Umum, (Yogyakarta: Andi, 2004), hlm.166
7 Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2004), hlm. 231.
[8] Surya & Moh. Amin.. Pengajaran Remidial. (Jakarta: Depdikbud, 1980).hlm.6
[9] Nasir Budiman, Pendidikan dalam Perspektif al-Quran. (Jakarta: Madani Press, 2001). hlm. 58
[10] Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2004), hlm. 233.
[11] Ibid. hlm. 235-237
[12] Hamzah, herminanto sofyan, sutardjo atmowidjojo, landasan pembelajaran teori dan praktik, (Gorontalo: Nurul jannah, 2004), hlm. 217-219.
[13] http://www.diecoach.com/pdf/2009
[14] ibid
[15] Santie Purnama Sari, Bahan kuliah psikologi belajar, (Yogyakarta: Universitas mercu Buana, tanpa tahun), hlm.64
[16] Muhibbi syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: logos, 19990), hlm. 99
[17] http://www.diecoach.com/pdf/2009
[18] Muhibbi syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: logos, 19990), hlm. 84
[19] Bimo Walgito, Pengantar  psikologi Umum, (Yogyakarta: Andi, 2004), hlm.171
[20] http://www.diecoach.com/pdf/2009
[21] ibid
[22] http//anwarholil.blogspot.com/2008
[23] Bimo Walgito, Pengantar  psikologi Umum, (Yogyakarta: Andi, 2004), hlm.175
[24] Ws. Winkel, Psikologi Pengajaran, (Yogyakarta: Media abadi, tanpa tahun).69

Tidak ada komentar:

Posting Komentar