HAKIKAT BELAJAR
Oleh : Muhadi, M.Pd., M.Pd.I.
A. Pendahuluan
Belajar merupakan bagian terpenting
dalam pendidikan yang didalamnya terdapat adanya guru sebagai pengajar dan
siswa yang sedang belajar. Usman mengatakan bahwa belajar mengajar merupakan
suatu proses yang mengandung serangkian perbuatan guru dan siswa atas dasar
hubungan timbal balik yang berlangsung melalui hubungan edukatif untuk mencapai
tujuan tertentu[1].
Dalam Proses belajar terdapat komponen yang saling terkait meliputi tujuan,
guru, siswa, bahan ajar, metode pengajaran, alat, media edukasi.
Cara belajar merupakan salah satu
faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan belajar, dan pemilihan cara belajar
dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain guru, siswa itu sendiri, materi belajar,
tujuan belajar, fasilitas, dan sarana dan prasarana. Pada kenyataannya belajar
adalah masalah semua orang, maka perlu dan penting menjelaskan dan merumuskan
masalah belajar, terutama bagi kaum pendidik professional supaya kita dapat
menempuhnya dengan lebih efesien, selektif mungkin.[2]
Para pengajar hendaknya mempunyai kemampuan dalam memilih
model yang tepat untuk setiap pokok bahasan dalam pembelajaran, bahkan untuk
setiap kompetensi-kompetensi dasar yang telah dirumuskan, misalnya untuk setiap
topik dapat digunakan berbagai macam model pengajaran. Dalam pembelajaran
pendekatan dan model yang telah dipilih memerlukan interaksi yang baik antara
guru dan peserta didik sehingga setiap pembelajaran dan setiap uraian materi ajar yang disajikan dapat memberikan
motivasi belajar peserta didik.
B. Makna Belajar
Belajar adalah Suatu proses usaha yang dilakukan
untuk memperoleh suatu perubahan tingkah-laku secara keseluruhan sebagai hasil
pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungan.[3]
Sedangkan Winkel menyatakan belajar adalah suatu proses psikis yang berlangsung
dalam interaksi aktif antara subjek dengan lingkungannya dan menghasilkan
perubahan-perubahan dalam pengetahuan, keterampilan, nilai, sikap yang bersikap
konstan atau tetap. Perubahan itu dapat berupa sesuatu yang baru yang segera
tampak dalam perilaku yang nyata atau tersembunyi.[4]
Menurut Darsono belajar adalah suatu kegiatan
yang dilakukan guru sedemikian rupa, sehingga tingkah laku siswa berubah kearah
yang lebih baik.[5] Senada pendapat tersebut
Skinner (1958) juga memberikan defenisi belajar yaitu suatu proses adaptasi
perilaku yang bersifat progesif.[6]
Cronbach berpendapat belajar yang sebaik-baiknya adalah dengan mengalami
melalui panca indra.[7]
Dari pengertian belajar di atas dapat dikemukakan
bahwa belajar mempunyai hal-hal pokok sebagai berikut
a.
Perubahan (dalam arti behavioral changes, actual maupun potensial)
b.
Perubahan itu pada pokoknya
didapatkannya kecakapan baru.
c.
Perubahan yang terjadi karena usaha (dengan sengaja).
Berdasarkan hal-hal pokok
dalam belajar, terdapat adanya ciri-ciri belajar diantaranya adalah: 1) perubahan
yang terjadi secara sadar. Ini berarti bahwa individu yang belajar, akan
menyadari terjadi perubahan atau sekurang-kurangnya perubahan dalam dirinya, 2)
perubahan dalam belajar bersifat kontinyu dan fungsional. Sebagai hasil
belajar, perubahan yang terjadi dalam diri individu berlangsung terus-menerus
tidak statis. 3) perubahan dalam belajar bersifat aktif. Berubahan yang
bersifat aktif artinya bahwa perubahan itu tidak terjadi dengan sendirinya
melainkan karena usaha sendiri. 4) perubahan dalam belajar bertujuan dan
terarah. Ini berarti perubahan tingkah laku itu terjadi karena tujuan yang
dicapai perbuatan belajar terarah pada perubahan tingkah laku yang disadari. 5)
Perubahan yang mencakup seluruh aspek tingkah-laku.[8]
1. Belajar dalam pandangan
Islam
Secara psikologis manusia adalah makhluk Allah
yang sangat sugestibel, yaitu mudah kena pengaruh rangsangan lingkungan yang
dating kepadanya, terutama rangsangan lingkungan social, baik secara individual
maupun kelompok, melalui pergaulan manusia saling mempengaruhi tingkah laku
masing-masing termasuk cara berpikir, bertingkah laku, sikap dan sebagainya.[9]
Hubungan dengan orang lain inilah manusia dengan sendirinya baik disengaja atau
tidak disengaja mengadakan pembelajaran terkait dengan dirinya.
Di lingkungan rumah tangga anak adalah anggota
keluarga, pengaruh kedua orang tua sangan dominan pada dirinya terutama
pengaruh dari pihak ibunya. Berbagai penampilan tingkah laku yang sengaja ditampilkan
oleh seorang ayah dan ibu secara tidak disadari anak telah
diinternalisasikannya ke dalam dirinya, bahkan kadangkala telah menjadi bagian
dari dirinya.
Setelah fisik anak bertambah besar dan umurnya
pun telah berkembang, ia mulai meluaskan pandangan dan wawasannya ke lingkungan
yang luas seperti teman tetangganya. Di lingkungan masyarakat ini ia mulai
melihat dan mendengar baik tingkah laku
atau ucapan yang belum pernah di dengarnya di lngkungan ini sudah mulai terkena
polusi atau rangsangan yang cenderung merusak pendidikan yang telah diletakkan
oleh kedua orang tuanya, tetapi orang tu waspada dengan lingkungan yang bis
merusak pendidikan yang telah diletakkannya.
Kebiasaan masyarakat muslim Indonesia memasukkan
anaknya ke sekolah dasar pada umur tujuh tahun. Mulai saat itu anak memasuki
lingkungan social yang lebih luas dan berinteraksi dengan teman-teman sebayanya
atau dengan teman-teman yang lebih tua seperti kakak kelasnya. Di lingkungan
formal ini di awasi oleh para pendidiknya yaitu orang-orang yang professional
dalam bidangnya. Bentuk-bentuk tingkah laku, cara berpikir, perasaan sikap
social cara mereaksinya telah diprogamkan oleh gurunya melalui proses
pembelajaran.
2. Faktor-faktor yang
mempengaruhi belajar.
Belajar sebagai proses atau
aktivitas banyak dipengaruhi oleh bayak faktor antara lain faktor-faktor yang
berasal dari luar diri pelajar yang digolongkan menjadi faktor-faktor non-sosial
dan faktor-faktor sosial. Untuk lebih jelasnya dijelaskan sebagai berikut;[10]
1.
Faktor-faktor non-sosial dalam belajar
Faktor-faktor non-sosial
dalam belajar berupa keadaan udara, suhu udara, cuaca, waktu (pagi, siang,
maupun malam), tempat (letak, pergedungannya), dan alat-alat yang digunakan
untuk belajar. Semua factor ini diatur sedemikian rupa, sehingga dapat membantu
proses/perbuatan belajar secara maksimal.
Letak sekolah atau tempat
belajar misalnya harus memenuhi syarat-syarat seperti di tempat yang tidak
terlalu dekat dengan kebisingan atau jalan ramai, lalu bangunan itu harus
memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan dalam ilmu kesehatan sekolah. Demikian
pula alat-alat pelajaran diusahakan sedimikian rupa memenuhi syarat-syarat
pertimbangan diktatis, psikologis, dan paedagogis.
2.
Faktor sosial dalam belajar
Yang dimaksud faktor sosial
adalah manusia (sesama manusia), baik manusia itu kehadirannya langsung ada di
tempat belajar maupun tidak langsung ada. Kedatangan orang lain pada waktu
seseorang sedang belajar, ada kalanya mengganggu belajar itu, misalnya
seseorang yang belajar di kamar, lalu banyak orang yang hilir mudik keluar
masuk di kamar itu, dan lain-lain. Faktor sosial seperti itu pada umumnya
bersifat mengganggu proses belajar.
Selain dari faktor-faktor
dari luar diri tersebut, terdapat juga
faktor belajar dari dalam diri si pelajar yang dapat digolongkan menjadi dua
yaitu faktor-faktor fisiologi dan faktor-faktor psikologis.[11]
a.
Faktor-faktor fisiologi dalam belajar
1)
Keadaan tonus jasmani pada umumnya.
Keadaan
jasmani yang segar akan lain pengaruhnya dengan keadaan jasmani yang kurang
segar, keadaan jasmani yang lelah lain pengaruhnya dengan keadaan jasmani yang
tidak lelah. Dalam kaitannya dengan hal ini ada dua hal yang perlu dikemukakan
a)
Nutrisi yang cukup, karena kekurangan kadar makanan ini akan
mengakibatkan kurangnya tonus jasmani yang pengaruhnya dapat berupa kelesuan,
mengantuk, lekas lelah dan sebagainya.
b)
Beberapa penyakit yang kronis yang dapat mengganggu belajar itu.
2)
Keadaan fungsi-fungsi jasmani tertentu terutama fungsi-fungsi
pancaindra
Dalam sistem persekolahan
dalam dewasa ini di antara panca indra itu yang memegang peranan dalam belajar
adalah mata dan telinga. Karena itu menjadi kewajiban bagi setiap pendidik untuk
menjaga, agar pancaindra anak didiknya dapat berfungsi dengan baik, baik
penjagaan bersifat kuratif maupun yang bersifat preventif.
b.
Faktor-faktor psikologis dalam belajar
Arden N. frandsen
mengatakan bahwa hal yang mendorong seseorang untuk belajar adalah sebagai
berikut;
1)
Adanya sifat ingin tahu dan ingin mnyelidiki dunia yang lebih
luas.
2)
Adanya sifat yang kreatif yang ada pada manusia dan keinginan
untuk selalu maju.
3)
Adanya keinginan untuk mendapatkan simpati dari orang tua, guru,
dan teman-teman.
4)
Adanya keinginan untuk memperbaiki kegagalan yang lalu dengan
usaha yang baru, baik dengan koperasi maupun dengan kompetisi
5)
Adanya keinginan untuk mendapatkan rasa aman bila menguasai
pelajaran
6)
Adanya pengajaran atau hukuman sebagai akhir daripada belajar.
Maslow mengemukakan
motif-motif untuk belajar itu adalah
1)
Adanya kebutuhan fisik
2)
Adanya kebutuhan akan rasa aman, bebas dari rasa kekawatiran
3)
Adanya kebutuhan akan kecintaan dan penerimaan dalam hubungan
dengan orang lain
4)
Adanya kebutuhan untuk mendapat kehormatan dari masyarakat.
5)
Sesuai dengan sifat untuk mengemukakan atau mengetengahkan diri.
3. Prinsip-prinsip belajar[12]
1.
Mengenali apa yang menarik
Tidak ada seorangpun yang
mampu memberikan informasi tentang apa yang menarik untuk kita pelajari kecuali
kita sendiri. Hal terpenting yang perlu diingat adalah seberapa cepat disa memahami
suatu informasi, maka iformasi itu dengan mudah bisa hilang dari ingatan jika
ternyata informasi tersebut bukan sesuatu yang menjadi inti ketertarikan.
2.
Kenalilah kepribadian diri sendiri
Jika tahu betul siapa
dirinya sendiri itu, maka mempelajari sesuatu yang sesuai dengan keinginan dan
kepribadian menjadi lebih mudah dilakukan. Sebab apapun yang akan dipelajari
dan dipahami, seringkali menjadi sia-sia jika ternyata tidak sesuai dengan
kepribadiannya.
3.
Rekam semua informasi dalam kata
Langkah yang paling mudah
untuk memahami, mengingat dan mempelajari sesuatu adalah dengan kata. Jadi,
langkah yang paling mudah dan bijaksana adalah bila terbiasa merekam semua
informasi itu dengan cara menuliskannya kembali dalam bentuk apa saja. Gambar,
coretan dan yang terbaik adalah catatan tertulis buatan tangan sendiri.
4.
Belajar bersama orang lain
Prinsip belajar ini, hampir
selalu efektif bagi setiap orang, apapun karakter belajar yang dimilikinya.
Selain itu, belajar juga menjadi terasa lebih menyenangkan dan ringan, bila
dilakukan secara bersama-sama.
5.
Hargai diri sendiri
Belajar memahami dan
menyerap informasi akan menjadi lebih terasa bermanfaat dan berarti bila
menghargainya. Jadi, rencanakan apa yang akan dipelajari dan dipahami. Setelah
itu, buatlah jeda diantara waktu belajar yang dilakukan. Setelah itu, lihat
seberapa besar keberhasilan dalam mempelajari suatu informasi atau fakta
tertentu. Jika merasa berhasil, maka layak mengahargai jerih-payah belajar
dengan cara apa saja. Misalnya merayakannya dengan makan enak atau membeli
sesuatu yang bisa mengingatkan akan keberhasilan yang pernah dicapai.
C.
Teori-Teori Belajar
1. Teori Gagne
Gagne beranggapan bahwa hirarki belajar itu
ada, sehingga penting bagi guru untuk menentukan urutan materi belajar
yang harus diberikan. Materi-materi yang
berfungsi prasyarat harus diberikan terlebih dahulu. Keberhasilan siswa belajar
kemampuan yang lebih tinggi, ditentukan oleh apakah siswa itu memiliki
kemampuan belajar yang lebih rendah atau tidak. Menurut Gagne ada 8 tipe
belajar, yaitu; belajar isyarat, belajar stimulus respon, belajar merangkaikan,
belajar asosiasi verbal, belajar diskriminasi, belajar konsep, belajar prinsip/hukum,
dan belajar pemecahan masalah.
Kemampuan manusia sebagai tujuan belajar
menurut Gagne dibedakan menjadi 4 kategori, yaitu : (a) keterampilan
intelektual; (b) informasi verbal; (c) strategi kognitif; (d) keterampilan. Implikasi
teori Gagne di dalam proses pembelajaran untuk mencapai hasil belajar adalah
proses belajar mengajar harus memperhatikan kejadian instruksional yang
meliputi (1) menarik perhatian, (2) menjelaskan tujuan, (3) mengingat kembali
apa yang telah dipelajari, (4) memberikan materi pelajaran, (5) memberi
bimbingan belajar, (6) memberi kesempatan, (7) memberi umpan balik tentang
benar tidaknya tindakan yang dilakukan, (8) menilai hasil belajar, dan (9)
mempertinggi retensi dan transfer.[13]
2.
Teori Piaget
Prinsip teori Piaget, (a) manusia tumbuh
beradaptasi, dan berubah melalui perkembangan fisik, kepribadian,
sosioemosional, kognitif, dan bahasa; (b) pengetahuan datang melalui tindakan;
(c) perkembangan kognitif sebagian besar tergantung seberapa jauh anak aktif memanipulasi
dan berinteraksi dengan lingkungan. Menurut Piaget perkembangan kognitif pada
anak secara garis besar sebagai berikut: (a) priode sensori motor (0-2 tahun);
(b) priode praoperasional (2-7 tahun); (c) priode operasional konkrit (7-11
tahun); (d) priode operasi formal (11-15 tahun).[14]
Konsep-konsep dasar proses organisasi dan
adaptasi intelektual menurut Piaget, yaitu : skemata, dipandang sebagai
sekumpulan konsep, asimilasi, peristiwa mencocokkan informasi baru dengan
informasi lama yang sudah dimiliki oleh seseorang, akomodasi, terjadi apabila
antara informasi baru dan lama yang semula tidak cocok kemudian dibandingkan
dan disesuaikan dengan informasi lama; dan siswa mengenal informasi baru.
Implikasi teori Piaget dalam Proses
Pembelajaran, yaitu; memusatkan perhatian kepada berfikir atau proses mental
anak, tidak sekedar kepada hasilnya tetapi juga prosesnya, mengutamakan peran
siswa dalam berinisiatif sendiri, keterlibatan aktif dalam pembelajaran,
penyajian pengetahuan jadi tidak mendapat tekanan, memaklumi adanya perbedaan
individual, maka kegiatan pembelajaran diatur dalam bentuk kelompok kecil,
peran guru sebagai seorang yang mempersiapkan lingkungan yang memungkinkan
siswa dapat memperoleh pengalaman yang luas[15]
3.
Teori Bruner
Teori Bruner hampir serupa dengan teori Piaget,
Di dalam teorinya Bruner mengemukakan bahwa dalam pembelajaran siswa menempuh
tiga tahab, yaitu: (a) tahap informasi (tahap penerimaan materi), (b) tahap
transformasi (tahap pengubahan materi), dan (c) tahap evaluasi (tahap penilaian
materi)[16].
Berbeda dengan Piaget, Bruner memiliki
pandangan yang lain tentang peranan bahasa dalam perkembangan intelektual anak.
Bruner berpendapat meskipun bahasa dan pikiran berhubungan, tetapi merupakan
dua sistem yang berbeda. Bahasa merupakan alat berfikir dalam yang
berbentuk pikiran. Dengan kata lain proses berfikir adalah akibat bahasa dalam
yang berlangsung dalam benak siswa.
Bruner juga berpendapat bahwa kesiapan adalah
penguasaan keterampilan sederhana yang memungkinkan seseorang menguasai
keterampilan lebih tinggi. Menurut
Bruner kita tidak boleh menunggu datangnya kesiapan, tetapi harus membantu
tercapainya kesiapan itu. Tugas orang dewasalah mengajarkan kesiapan itu pada
anak. Berhubungan dengan proses belajar Bruner dikenal dengan belajar
penemuannya (discovery learning).
Implikasi Teori Bruner dalam proses
pembelajaran adalah (a)
menghadapkan anak pada suatu situasi yang membingungkan atau suatu masalah; (b)
anak akan berusaha membandingkan realita di luar dirinya dengan model mental
yang telah dimilikinya; dan (c) dengan pengalamannya anak akan mencoba
menyesuaikan atau mengorganisasikan kembali struktur-struktur idenya dalam
rangka untuk mencapai keseimbangan di dadalam benaknya. Untuk itu siswa akan
mencoba melakukan sintesis, analisis, menemukan informasi baru dan menyingkirkan
informasi yang tak perlu.[17]
4.
Teori koneksionisme
Teori koneksionisme adalah teori yang ditemukan
oleh Edward L. Thonrdike (1874-1949). Teori ini menyatakan belajar adalah
hubungan antara stimulus dan respon. Oleh sebabnya teori ini juga disebut S-R
Bond Theory. Selain itu juga terkenal dengan sebutan Trial and error learning.[18]
5.
Teori belajar asosiatif
Teori belajar asosiatif adalah teori yang
dibangun oleh Pavlov. Pavlov menyatakan perilaku dapat dibentuk melalui
kebiasaan. Misalnya anak dibiasakan mencuci kaki sebelum tidur atau membiasakan
menerima sesuatu dari orang lain dengan menggunakan tangan kanan. Selain Pavlov
terkait dengan teori asosiasi adalah
Guthrie dan Estes.[19]
6.
Teori Ausubel
Ausubel berpendapat bahwa belajar penemuan itu
penting, tetapi dalam beberapa situasi tidak efisien, ia lebih menekankan guru
sentral, sehingga Ausubel kurang menekankan belajar aktif. Penekanannya pada ekpositorik
.Ausubel menekankan pengajaran verbal yang bermakna (meaningful verbal
instruction). Menurut Ausubel, setiap ilmu mempunyai struktur konsep-konsep
yang membentuk dasar sistem informasi ilmu tersebut. Semua konsep berhubungan
satu sama lain (organiser). Struktur konsep dari setiap bidang dapat
diidentifikasi dan diajarkan kepada semua siswa dan menjadi sitem proses
informasi mereka yang disebut dengan peta intelektual. Peta intelektual ini
dapat digunakan untuk menganalisa domain tertentu dan untuk memecahkan masalah-masalah
yang berhubungan erat dengan aktivitas domain tersebut. Belajar adalah mencocokkan
konsep dalam suatu pokok bahasan ke dalam sistem yang dimilikinya untuk kemudian
menjadi milikinya dan berguna baginya.[20]
7.
Teori Vygotsky
Teori Vygotsky beranggapan bahwa pembelajaran
terjadi apabila anak-anak bekerja atau belajar menangani tugas-tugas yang belum
dipelajari namun tugas-tugas itu masih berada dalam jangkauan kemampuannya,
atau tugas-tugas itu berada dalam zone of proximal development .
Zone of proximal development maksudnya adalah perkembangan kemampuan siswa
sedikit di atas kemampuan yang sudah dimilikinya. Selanjutnya Vygorsky lebih
menekankan scaffolding, yaitu memberikan bantuan penuh kepada anak dalam
tahap-tahap awal pembelajaran yang kemudian berangsur-angsur dikurangi dan
memberikan kesempatan kepada anak untuk mengambil alih tanggung jawab semakin
besar segera setelah ia dapat melakukannya.[21]
8.
Teori Konstruktivis[22]
Ide-ide Piaget, Vygotsky, Bruner dan lain-lain
membentuk suatu teori pembelajaran yang dikenal dengan teori konstruktivis. Ide
utama teori ini adalah: (a) siswa secara aktif membangun pengetahuannya
sendiri; (b) agar benar-benar dapat memahami dan dapat menerapkan pengetahuan
siswa harus bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya
sendiri; (c) belajar adalah proses membangun pengetahuan bukan penyerapan atau absorbsi;
dan (d) belajar adalah proses membangun pengetahuan yang selalu diubah secara berkelanjutan
melalui asimilasi dan akomodasi informasi baru.
Implikasi teori konstruktivis dalam
proses pembelajaran adalah memusatkan
perhatian kepada berfikir atau proses mental anak, tidak sekedar hasilnya saja,
Mengutamakan peran siswa dalam berinisiatif sendiri, keterlibatan aktif dalam
kegiatan pembelajaran, Menekankan pembelajaran top-down mulai dari yang komplek
ke sederhana, dari pada bottom-up dari yang sederhana bertahap berkembang ke
komplek, Menerapkan pembelajaran kooperatif akan memperlihatkan suasana proses
belajar yang merupakan implikasi teori kontrusktivisme.
9.
Teori Albert Bandura
Menurut bandura pembentukan atau pengubahan
perilaku dilakukan melalui atau dengan observasi, dengan model atau contoh.
Dalam belajar teorinya disebut observasional learning theory atau social
learning theory.[23]
D.
Jenis-jenis belajar (Menurut A. De Block)[24]
Bentuk belajar menurut fungsi psikis yaitu
1.
Belajar dinamik/konatif. Ciri khas belajar ini
terletak dalam belajar berkehendak sesuatu secara wajar, sehingga orang tidak
menyerah pada sembarang menghendaki dan juga tidak menghendaki sembarang hal.
2.
Belajar afektif yaitu menghayati nilai dari
suatu obyek yang dihadapi melalui alam perasaan, baik obyek itu berupa orang,
benda, maupun kejadian/peristiwa. Cirri yang lain terletak dalam belajar
mengungkapkan perasaan dalam bentuk eksprei yang wajar
3.
Belajar kognitif. Ciri khasnya terletak dalam
belajar memperoleh dan menggunakan suatu bentuk representasi dan mewakili semua
obyek yang dihadapi
4.
Belajar senso-motorik. Cirri khasnya terletak
dalam belajar menghadapi dan menangani aneka obyek secara fisik, termasuk kejasmanian
manusia sendiri.
Bentuk belajar menurut materi yang dipelajari
1.
Belajar teoritis. Belajar ini bertujuan untuk
menempatkan semua data dan fakta dalam suatu kerangka organisasi mental,
sehingga dapat dipahami dan dapat digunakan untuk memecahkan masalah.
2.
Belajar teknis. Belajar ini bertujuan
mengembangkan keterampilan dalam menangani dan memegang benda serta menyusun
sebagian materi menjadi suatu keseluruhan.
3.
Belajar bermasyarakat. Belajar ini bertujuan
mengekang dorongan dan kecenderungan spontan, demi kehidupan bersama dan
memberikan kelonggaran pada orang lainuntuk memenuhi kebutuhannya.
4.
Belajar estetis. Bertujuan membentuk kemampuan
menciptakan dan menghayati keindahan diberbagai bidang kesenian.
Bentuk belajar yang tidak disadari
1.
Belajar incidental yaitu mempelajari sesuatu
dengan tujuan tertentu, tetapi di samping itu juga belajar hal yang lain yang
sebenarnya yang tidak menjadi sasaran.
2.
Belajar dengan mencoba-coba.
3.
Belajar tersembunyi yaitu belajar yang mana
siswa tidak mempunyai tujuan apa-apa, akan tetapi guru yang menjalankan
pembelajaran mempunyai tujuan tertentu.
DAFTAR PUSTAKA
Bimo
Walgito, Pengantar Psikologi Umum,
Yogyakarta: Andi, 2004
Darsono. Belajar dan Pembelajaran. Semarang: PT. Delta
Pamungkas, 2002.
Hamzah, dkk., Landasan
pembelajaran teori dan praktik, Gorontalo: Nurul jannah, 2004.
Muhibbi syah, Psikologi
Belajar, Jakarta: logos, 19990.
Nasir Budiman, Pendidikan
dalam Perspektif al-Quran. Jakarta: Madani Press, 2001.
Santie Purnama
Sari, Bahan kuliah psikologi belajar, Yogyakarta: Universitas mercu
Buana, tanpa tahun.
Slameto. Belajar
dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Jakarta : Rineka Cipta, 1998
Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan,
Jakarta: Rajawali Pers, 2004.
Surya Moh & Moh.Amin.. Pengajaran Remidial. Jakarta: Depdikbud. 1980.
Usman, Moh Uzer. Menjadi
Guru Yang Profesional. Bandung: Rosda Karya, 2001
Winkel,
ws, Bimbingan dan Konseling di institute Pendidikan , Yogyakarta: Media
abadi, 2004.
-----------, Psikologi Pengajaran, Yogyakarta:
Media abadi, tanpa tahun
http//anwarholil.blogspot.com/2008
[2] Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rajawali
Pers, 2004), hlm. 227-228.
[3] Slameto.1998 .Belajar
dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. (Jakarta : Rineka Cipta), hlm. 2
4 Winkel, ws, Bimbingan dan Konseling di institute Pendidikan
, (Yogyakarta: Media abadi, 2004), hlm.
15
6
Bimo Walgito, Pengantar psikologi Umum,
(Yogyakarta: Andi, 2004), hlm.166
7 Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rajawali
Pers, 2004), hlm. 231.
[9] Nasir Budiman, Pendidikan dalam Perspektif al-Quran. (Jakarta:
Madani Press, 2001). hlm. 58
[10] Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rajawali
Pers, 2004), hlm. 233.
[11] Ibid. hlm. 235-237
[12] Hamzah, herminanto sofyan, sutardjo atmowidjojo, landasan
pembelajaran teori dan praktik, (Gorontalo: Nurul jannah, 2004), hlm. 217-219.
[14] ibid
[15] Santie Purnama Sari, Bahan kuliah psikologi belajar, (Yogyakarta:
Universitas mercu Buana, tanpa tahun), hlm.64
[16] Muhibbi syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: logos, 19990), hlm. 99
[18] Muhibbi syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: logos, 19990), hlm. 84
[19] Bimo Walgito, Pengantar
psikologi Umum, (Yogyakarta: Andi, 2004), hlm.171
[21] ibid
[22] http//anwarholil.blogspot.com/2008
[23] Bimo Walgito, Pengantar
psikologi Umum, (Yogyakarta: Andi, 2004), hlm.175
[24] Ws. Winkel, Psikologi Pengajaran, (Yogyakarta: Media abadi, tanpa
tahun).69
Tidak ada komentar:
Posting Komentar